Pengangkatan Anak Melalui Sebuah Prosedur Adopsi – Anak adalah anugerah dan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu sebagai titah Tuhan, anak harus selalu dijaga dan dilindungi oleh keluarga, masyarakat dan negara, karena hak-hak anak melekat pada diri anak, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang terkandung dalam UUD 1945.

Pengangkatan Anak Melalui Sebuah Prosedur Adopsi

ftia.org – Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hak Anak, UU No. Pasal 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mencakup hak-hak anak, menegakkan tugas dan juga sebuah tanggung jawab pada orang tua, masyarakat, pemerintah, keluarga, dan juga negara untuk dapat menjamin perlindungan anak. Anak adalah pewaris sekaligus pewaris generasi, maka jika perkawinan tersebut tidak memiliki anak atau tidak dikaruniai anak, maka mengangkat atau mengangkat anak tersebut merupakan suatu pilihan. perlindungan

Konsep pengangkatan anak tercermin dalam etimologi, secara terminologi Menurut para ahli hukum, orang ditakdirkan untuk membentuk keluarga yang terdiri dari laki-laki dan perempuan sebagai pasangan dan biasanya juga ingin memiliki anak atau keturunan melalui perkawinan. untuk melanjutkan warisan dan konservasi properti.

Memiliki anak adalah kebanggaan dalam keluarga. Namun, semua itu terkadang berbenturan dengan takdir Ilahi, dimana keinginan untuk memiliki anak setelah bertahun-tahun berumah tangga masih belum dikaruniai anak sedangkan keinginan untuk memiliki anak sangat besar. Jika demikian, generasi orang tua dan anggota keluarga terancam punah atau punah.

Baca Juga : Pengakuan Atas Perintah Permasalah Adopsi Pada Asing

Jika karena suatu hal orang tua tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya, anak dalam keadaan terlantar dan memerlukan sebuah perlindungan yang khusus, maka dapat diperlukan sebuah pengasuhan yang alternatif (rawat jalan). Pada dasarnya pengasuhan alternatif adalah pengalihan pengasuhan dari kekuasaan orang tua, wali yang sah, kepada lingkungan keluarga dari orang tua angkat, yang secara hukum dapat dinyatakan untuk kepentingan terbaik bagi anak. pengangkatan

Pengasuhan alternatif meliputi pengasuhan tanggungan, keluarga asuh, perwalian dan adopsi. Jika kerabat tidak dapat atau tidak mau melakukan hal tersebut, anak berhak untuk ditempatkan pada keluarga angkat. Jika tidak ada keluarga asuh juga, anak-anak dapat diasuh dan dilindungi dalam kepercayaan dan, sebagai upaya terakhir, anak-anak dapat diasuh dan dilindungi melalui adopsi.

Secara hukum dan empiris pemerintah memfasilitasi perolehan masyarakat melalui proses adopsi atau juga pengangkatan anak, maka tentunya dengan beberapa macam syarat-syarat yang juga harus dapat dipenuhi, ketentuan hukum yang jelas tentang pengangkatan atau pengangkatan anak, seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, diubah dengan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan dengan Peraturan Menteri Sosial No. 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Budaya dan kekerabatan dalam keluarga Di Indonesia, tradisi mengasuh atau mengadopsi anak antar keluarga bukanlah hal baru dan banyak dilakukan oleh masyarakat, misalnya: Paman mengadopsi/mengurus anak dan keponakan dalam keluarga. identik

Menurut pemahaman sosial agama dan adat istiadat, pengangkatan anak memiliki dua pengertian. Pertama: Mengangkat anak berarti memelihara dan membesarkan anak lain dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan bagi orang tua angkat memperlakukannya sebagai anaknya sendiri tanpa memberikan status anak kandung, sedangkan pengertian lain: Pengangkatan berarti menempatkan anak lain dalam kedudukan sebagai anak kandung, sehingga anak tersebut berhak menggunakan nasab (ikatan kekeluargaan) orang tua angkatnya dan hak warisnya serta hak-hak lain sesuai dengan hubungan antara anak dan orang tuanya tersebut mewarisi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa istilah adopsi budaya dalam masyarakat kita yang identik dengan sebuah pemberian pada status sebagai anak kandung atau juga bukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pihak-pihak dalam adopsi budaya yang mengambil anak yang tidak diperbolehkan. menerima status anak kandung menurut undang-undang yang berlaku, tetapi mereka hanya menerima anak untuk memelihara dan mengurus kesejahteraannya, sedangkan status anak kandung hanya milik orang tua kandung yang bersangkutan, tetapi ada juga yang demikian. anak yang diangkatnya diberi status anak kandung.

Di sisi lain, dari sudut pandang negara hukum, istilah pengangkatan anak identik dengan proses hukum, sehingga seorang anak dapat dianggap sebagai anak angkat apabila proses pengangkatan anak dilakukan menurut proses hukum yang berlaku. , yang menarik adalah definisi terakhir yang dikemukakan oleh Gosita. Gosita merujuk pada masalah proses hukum, karena ini tidak terbatas pada hukum negara (state) saja, tetapi menurut Gosita pengertian hukum lebih fleksibel, karena berdasarkan hukum yang berlaku pada masyarakat ini, yang juga berarti bahwa budaya masyarakat yang pluralistik (berbeda-beda) sehingga masalah pengangkatan anak di Indonesia terpecahkan. memiliki definisi yang berbeda ketika datang ke budaya atau kebiasaan orang.

Unsur-unsur penting dalam tata cara pengangkatan anak adalah calon orang tua angkat dan calon anak angkat, dalam aturan atau undang-undang yang ada dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Pengangkatan anak adalah suatu proses hukum dimana seorang anak dialihkan dari tanggung jawab orang tua, wali atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, pengasuhan dan pendidikan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

2. Orang tua angkat adalah orang-orang yang diberi wewenang menurut peraturan perundang-undangan yang lazim untuk mengasuh, membesarkan, dan membesarkan anak.

3. Anak angkat adalah anak yang haknya berpindah dari keluarga orang tua, wali atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, pengasuhan dan pendidikan anak ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. putusan atau putusan pengadilan.

Mengenai situasi di provinsi Riau sendiri, minat calon adopsi (COTA) untuk mengadopsi anak melalui proses adopsi cukup tinggi, namun masih terdapat permasalahan di daerah ini terkait dengan kurangnya pemahaman tentang peraturan adopsi. COTA membatasi usia, dan banyak orang tua angkat mengabaikan prosedur tersebut, percaya bahwa mereka telah memiliki hak penuh atas anak angkat mereka. Selain itu, masih banyak praktik pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini memberikan peluang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pelanggaran sehingga melalaikan tujuan mengasuh dan melindungi anak. Pada tahun 2017, COTA mengadopsi 13 anak (KK) dari Kota Dumai, Kabi di Provinsi Riau. Bengkalis, Kota Pekanbaru, Cab. Siak, Taksi. Indragiri Hulu dan Cab. Kampar, mereka melalui tahapan dan memenuhi persyaratan sesuai regulasi yang berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, peran Dinas Sosial Provinsi Riau melalui Tim Pengurusan Izin Adopsi (PIPPA) untuk mengkaji usulan dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota pengangkatan/pengasuhan anak untuk kelengkapan syarat pencalonan. Membuat rekomendasi kepada pengadilan negeri dan pengadilan agama untuk menghilangkan masalah ini sebanyak mungkin. (dod).